Naik kendaraan umum bisa jadi salah satu alternatif menangani kemacetan. Coba deh bayangin kalau semua orang pada suka naik transportasi umum, pasti jalanan terhindar dari macet dan klaksonan yang kadang bikin sebel. Tapi, sayangnya transportasi umum di Indonesia, terutama angkot dan bus masih jauh dari label favorit.

Salah satu sebabnya, angkot di Indonesia nggak punya jadwal yang saklek. Mau berangkat kapan aja, terserah sopirnya. Nah, ini yang kadang bikin saya sebel. Selain itu, belakangan saya amati toleransi sesama penumpang angkutan umum juga berkurang.

Ambil contoh penumpang bus. Sudah jadi rahasia umum kalau bus di Indonesia kapasitasnya ‘suka-suka’ pak sopir. Walaupun bangku sudah penuh, ya suka-suka Pak Sopir mau ngangkut penumpang lagi. Hasilnya, banyak penumpang yang berdiri di dalam bus. Yah, daripada telat, yowes rapopo.

Toleransi sesama penumpang yang hampir nihil

Berdiri di bus akhirnya jadi hal yang wajar dan ditambah pula alat bantu berupa pegangan agar berdiri Anda semakin nyaman. Tapi, jadi pemandangan miris ketika ada cewek-cewek, ibu-ibu, ibu hamil, nenek-nenek, dan anak-anak yang masuk dalam deretan orang berdiri tersebut. Nah seingat saya dulu di pelajaran PPKn, kita yang masih kuat seyogyanya memberi kursi pada mereka ini. Namun, kenyataannya, ah, sebenarnya tak sanggup saya ceritakan.

Banyak pemuda-pemuda dan orang yang masih kuat berdiri nggak rela kalau kursinya dipakai sama mereka yang lemah. Miris sekali. Bahkan beberapa tahun lalu ada yang sampai update kekesalan karena kursinya diminta oleh ibu yang lagi hamil di path. Untungnya mbak tersebut mau minta maaf.

Pengalaman yang sama juga pernah saya baca di Kompasiana. Penumpang Trans Jakarta yang masih kuat berdiri malah pura-pura tidur atau nggak lihat saat ada penumpang nenk-nenek. Ah!

Saya pun cuma bisa menilai dalam hati ulah penumpang-penumpang seperti ini. Sembari berdoa mereka ingat pelajaran PPKn jaman dulu. Aamiin.

Ada solusi menarik dari negeri Flower Boy. Jadi, mereka memberi semacam pin pada ibu hamil yang diberi semacam sensor-sensor gitu. Nantinya, pas ibu-ibu ini masuk kereta lampu berwarna pink akan nyala dan memperingatkan orang lain untuk memberi tempat duduk pada si ibu hamil. Mungkin bisa itu diaplikasikan di Indonesia. Nggak cuma ibu hamil saja sih. Bisa buat orang tua renta, anak-anak, dan berkebutuhan khusus.

 

5 thoughts on “Jangan lupakan PPKn di transportasi umum!

  1. Hemm, saya barusan juga mau nulis tentang beginian juga, sambil pingin mikir lebih serius lagi. Masyarakat kita jdi begini ini salahnya siapa to. Mengingat saya yang tiap pagi juga harus berjibaku untuk mendapatkan tempat duduk atau tempat berdiri di dalam bus. Sering kali lawan lawan saya di dalam bus adalah orang2 muda dan dewasa yang saya yakin termasuk dalam generasi 90an, atau bahkan 80an dan 70an. Generasi generasi yang di gembar gemborkan generasi terbaik, yang pernah merasakan main di sawah, yang masih hobi sosialisasi, yang beberapa di sekolah masih digebloki bapak ibu guru dan tentu saja masih belajar PPKn di sekolah. Bukannya saya ingin mendiskreditkan golongan ataupun angkatan tertentu disini. Tapi betapa pedihnya kenyataan bila generasi yang (dianggap) terbaik pun masih gagal melakukan tindakan sesuai PPKn. Lalu, kalo begini, kesalahan ada dimana? Pada pendidikan di sekolah? pendididikan keluarga? agama? Saya yakin semua sistem mengajarkan kebaikan. Tapi kenapa semuanya hanya berhenti pada pembahasan teori? Ataukah kesalahan terletak pada manusia manusianya yang berharap perubahan perubahan dilakukan orang lain lalu lupa merubah diri sendiri? Atau pada manusia manusia yang sangat tajam mengkritisi orang lain tapi tumpul ketika mengevaluasi diri sendiri? Atau pada hati kita yang lama lama sama kerasnya dengan perjuangan hidup setiap hari?

    Liked by 1 person

  2. Aku jd inget, biyen koncoku prnah ngomong dgn entengnya pas tak tegur ngerokok dlm bus. “Siapa suruh naik bus murah. Naik bus AC kono lho”. Aku cm bisa mnatapnya dgn pandangan tak prcaya, kok iso onok wong sing rasa empatinya serendah itu yah. 😞😢

    Like

Leave a comment